“Dasar Pemimpi Payah !”
“Aaarrgghhh!” desis Anggun
dengan jemari yang terkepal menyiratkan jelas bahwa ia sedang kesal. Sosok Suci
lagi-lagi datang menganggu, gadis berwajah oriental dengan tahi lalat di
dagunya ini kerap kali terlintas di pikirannya. Suci memang dikenal sebagai
gadis yang ramah dan memiliki banyak pemikiran brilliant, tak heran bila ia
jadi anak yang selalu dibanggakan dan disayangi guru. Hal tersebut membuat Anggun
ingin menjadi sepertinya.
Tembok kamar putih
yang ditempeli kertas-kertas seakan menjadi saksi betapa seriusnya Anggun untuk
menjadi gadis yang cerdas dan disayangi semua orang. Ia sering menempelkan
kertas-kertas yang berisi semua impiannya karena ia tau bahwa mimpi itu harus
dideklarasikan. Ia ingin menjadi wanita yang sukses. Ia ingin menjadi seperti Suci
yang selalu disayang oleh guru. Tapi selama ia bermimpi, mimpinya tak kunjung
ia dapati. Lalu apa yang salah dari semua ? Batinnya selalu bertanya “Mengapa
Suci bisa dan aku tidak!”
Ia sering kali
menyimpan iri pada Suci, hingga pada akhirnya ia memberanikan diri untuk
bertanya apa rahasia dibalik kesuksesan yang Suci dapatkan. Tak disangka-sangka
ternyata kuncinya hanya satu yaitu rajin! Suci selalu rajin mengerjakan tugas
sekolah dengan sungguh-sungguh. Ia selalu rajin bangun pagi bahkan disaat ayam
masih tertidur sekalipun. Ia selalu rajin belajar dan memperbaiki dirinya
setiap hari.
Jleb! Anggun menelan
ludahnya yang seakan terasa pahit, ia merasa tertampar dengan rahasia yang Suci
berikan. Bagaimana tidak, mereka berdua memiliki sifat yang sangat jauh berbeda
bagaikan bumi dan langit. Anggun yang setiap pagi saja selalu dibangunkan oleh
ibunya, mengerjakan tugaspun menunggu waktu deadline. Selama ini ternyata ia
hanya ingin tapi tidak serius untuk membuktikannya. Buktinya saja setiap guru
memberi tugas, Anggun tak pernah tepat waktu menyelsaikannya ia sering
menundanya hingga pada saat deadline barulah iya tergopoh-gopoh untuk
merampungkan tugas yang seharusnya bisa ia kerjakan di hari-hari sebelumnya.
Akhirnya ia tersadar
dan bertekad ingin merubah dirinya menjadi lebih baik. Namun rasa malas, terus
saja mengusiknya. “Dasar pemimpi payah !” batinnya dalam kesal. “Kenapa begini
lagi sih ? kenapa rasa malas itu selalu datang disaat mimpi lagi-lagi butuh
untuk di beri makan. Ah…! Kalo begini caranya, apa yang sudah aku mimpikan bisa
hancur begitu saja. Tentu itu tidak boleh terjadi. Semua harus terwujud
bagaimanapun caranya, aku harus berubah..!” tekatnya dalam hati.
Tak mudah memang
untuk menghilangkan rasa malas yang bersarang di dalam diri. Namun sadarilah
bahwa semua cita-cita yang selama ini kita impikan tidak akan pernah terwujud
jika kita masih kalah dengan rasa malas kita dan mengabaikan serta menunda
setiap hal kecil yang seharusnya bisa kita kerjakan sekarang.
Komentar
Posting Komentar