Anggun dan Pena



Jemarinya terus saja bergerak mengikuti ide-ide yang bemunculan dari otaknya. Matanya terus tertuju ke layar laptop tanpa memerhatikan setiap tombol keyboard yang ada. Seakan tak perduli kesalahan penulisan yang ia lakukan, jemarinya dengan lihai menekan setiap tombol-tombol yang ada di keyboard. Ia terus saja mengetik apa yang sedang ia rasakan. Meski ada typo atau kesalahan, ia tetap terus melanjutkan setiap tulisannya.

Pikirannya terus saja berbincang dengan Pena, sosok khayalan yang ia buat dulu ketika masih duduk di bangku SMA. Pena selalu hadir ketika ia butuh, Pena selalu ada menemaninya ketika ia sedang buntu. Pena memang selalu membantu Anggun untuk terbebas dari permasalahan berat seberat batu. Ia seakan hadir menjadi teman yang selalu mampu membari solusi kepada sahabatnya yang lugu.

Anggun yang terkenal mulai pendiam sejak ditinggal oleh Ayahnya, melampiaskan kesepiannya dengan menciptakan sahabat khayalan yang ia beri nama Pena. Nama Pena sendiri ia pilih karena ia suka menulis, dan pena adalah alat yang ia butuhkan ketika ingin menulis. Itulah sebabnya mengapa ia memberi nama Pena karena Pena selalu hadir ketika ia butuh.

Menulis adalah kegiatan yang paling disukai Anggun. Sehingga ia semakin tak mampu terlepas dari Pena. Kedekatan dua sahabat ini pun terus berlanjut bahkan sampai Anggun sudah duduk di bangku kuliah. Ia senang sekali berbagi cerita kepada Pena, padahal Pena adalah dirinya sendiri yang ia anggap hidup karena selalu memberi solusi dan jalan keluar dalam setiap permasalahan yang bahkan Anggun sendiri tidak mampu selesaikan.

Malam yang dingin, angin menyapu kulit putih Angun, bulu-bulu tangan yang tipis seakan bergoyang mengikuti irama malam yang syahdu. Kembali ia teringat sosok ayah yang sudah lama tiada.

“Aku rindu Ayah.” curhat Anggun kepada Pena sambil meneteskan air matanya
“Ayah pun pasti merindukanmu juga, Nggun.” jawab Pena yang saat ini sedang bersemayam di hati Anggun.
“Seandainya Ayah tidak pergi lebih dulu, pasti Ibu dan aku tidak akan merindukannya seberat ini.” keluh Anggun kepada Pena
“Husst, jangan bilang begitu kepergian Ayah adalah takdir yang sudah ditetapkan Allah, jadi jangan disesali ya, semua pasti ada hikmahnya," jawab Pena dengan sangat bijaksana. Pena memang selalu menjadi tempat curhat yang paling bijak untuk Anggun, karena ia selalu berhasil membantah semua keluhan-keluhan negatif Anggun.

Kurang lebih seperti itulah percakapan antara Anggun dan Pena. Di mana Pena selalu memiliki pemikiran yang positif padahal sebenarnya pikiran itu adalah pikiran Anggun sendiri.

#temapena
#30DWC                                   
#30DayWritingChallenge
#Squad3
#Harike27

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Percakapan!

Kubenci Aku!!!

Analisa Mimpi