“Kita Tak Bisa Sendiri”
Secangkir teh dan
roti menemani hari yang rapuh. Aroma setelah hujan terhirup bersama bayang-bayang
sendu. Tak seindah pelangi yang muncul, penyesalan tergurat di wajah Anggun.
Bagi kebanyakan
orang, minggu pagi adalah saat yang tepat untuk menikmati me time. Ia juga ingin menikmati pagi ini dengan meneguk secangkir
kopi dengan perasaan bahagia. Namun kejadian kemarin membuatnya terus larut
dalam rasa bersalah. “Bila saja kemarin aku tidak seegois itu, aku tak akan
semalu ini!” sesalnya dalam hati. Sambil merobek-robek roti yang terletak di
piring kecil berwarna putih, Anggun kembali mengingat kejadian kemarin yang
terjadi di kelas.
Sebelum Bu Neli
membagikan kelompok, dengan semangat ia mengacungkan tangan berharap sang guru
mendengarkan masukkannya. “Bu, untuk tugas ini saya sendiri aja ya, saya sudah
biasa kok bu” senyum semringah tergambar di wajahnya. Merasa ahli dalam bidang
menganyam membuatnya kalaf dan ingin melakukan semuanya sendiri. Rasa bangga di
dada menganggap bahwa dirinya lebih hebat dari yang lain.
Hari sabtupun tiba,
itu tandanya ujian menganyam dimulai. Segala peralatan telah disiapkan oleh
sekolah, anak-anak hanya tinggal melanjutkan tugasnya bersama kelompok
masing-masing. Dengan rasa percaya diri yang tinggi Anggun mengerjakan
anyamannya. Ia sangat yakin bahwa ia bisa mengerjakan tugas itu tepat waktu.
“tinggal 15 menit
lagi yah anak-anak” suara Bu Neli guru cantik berbody langsing dengan nada
bicaranya yang khas memecahkan kebisingan ruang kelas. Semua sudah hampir
merampungkan anyamannya kecuali Anggun. Ia masih kelimpungan menyelsaikan
tugasnya sementara waktu tinggal sedikit lagi, pekerjaannya masih jauh dari
kata finish. Melihat temannya yang kelabakan
sendiri, Suci berinisiatif untuk membantu dan mengajak teman kelompoknya untuk menyelsaikan
anyaman yang dibuat oleh Anggun.
Merekapun bekerja
bersama dan selsailah anyaman tersebut tepat ketika jam dinding menunjukkan
pukul 10.57. Lebih cepat 3 menit dari waktu yang telah ditentukan. Atas bantuan
Suci dan yang lain, Anggunpun menjadi malu sendiri karena telah menganggap
remeh teman-temannya. Ia menganggap bahwa dirinya bisa mengerjakannya sendiri
karena ia telah biasa melakukan hal tersebut.
Gadis berkaca mata
itu pun tersadar, seahli apapun kita, kesombongan takkan mampu menolong disaat
susah sekalipun. Mengerjakan segala sesuatu sendiri memang akan membuat kita
terlihat hebat. Namun bila ingin sukses dan maju, percayalah kita takkan
mungkin bisa sendiri. Kita pasti butuh orang lain untuk menolong dan merangkul
tangan kita agar sampai pada tempat yang ingin kita tuju dengan cepat.
Bila ingin menjadi
hebat dan mengalami kemajuan tapi enggan untuk menambah teman. Jangan harap
kesuksesan itu terjadi. Mustahil!!! Siapapun orang pasti butuh teman. Setiap orang
pasti membutuhkan sosok sahabat.
Karena sahabat tidak
hanya menemani kita dikala suka dan duka tapi juga saling mengingatkan dikala
lupa. Itulah eksensi seorang sahabat yang sesungguhnya. Tidak hanya sekedar
ucapan, namun juga kerelaan untuk meluangkan waktu luang dan bertukar pikiran.
Ingatlah kita tak
bisa sendiri. Dimanapun seseorang berada, ia pasti akan selalu membutuhkan
bantuan orang lain. Karena dasarnya kita memang diciptakan untuk bisa saling membantu
dan bekerja sama.
Komentar
Posting Komentar