Persahabatan
Gelak tawa
mengiringi langkah mereka. Suasana kental persahabatan begitu terasa. Siapa pun yang
melihat pasti akan iri dan ingin menjadi bagian diantara mereka. Siang yang
terik tak menghambat setiap langkah, meski lelah seharian belajar di sekolah,
pulang menjadi hal yang paling bahagia.
Diskusi-diskusi
garing tak luput menjadi bahan pembicaraan yang mereka bahas. Semakin hari,
Ke-4 gadis ini semakin dekat saja. Segala perbedaan yang menjadi ciri khas
diantara mereka nampaknya kini telah bersatu dan justru hal itulah yang mendekatkan
mereka. Berawal dari kelas anyaman yang diadakan bu Neli. Kini hubungan mereka
semakin lengket seperti ampas permen karet yang tak sengaja terinjak oleh
sepatu, susah untuk dipisahkan.
“Ci, besok hari
minggu kamu kemana ?” tanya Jeje gadis berkulit putih bak bintang iklan sabun
yang sering kita lihat di TV
“Pagi ke gereja,
sore les biola, malam ke rumah tante ada acara keluarga. Kenapa Je ?”
“Yah, padahal aku
mau minta tolong diajarin pelajaran matematika yang tadi, aku nggak ngerti
sumpah deh soalnya ribet banget” keluh Jeje sambil memainkan rambut lurusnya dengan
jari telunjuk
“Iya loh, bener, aku
malah nggak ada satu pun yang masuk ke kepala, kok kamu kayaknya semua pelajaran
masuk terus sih Ci ?” tanya Mita gadis yang paling doyan makan di kelas
“Ahahaha, ya kamu
makan mulu, gimana mau masuk tuh pelajaran, isinya makanan doang” sambung
Anggun sambil tertawa disusul dengan yang lain ikut-ikutan tertawa meledek Mita
“Ah, kamu juga bisa
kok, cuman belum paham aja. Kalo udah paham, pasti mudah ngertinya” jawab Suci
dengan nada polos sambil menyeruput es mangga yang ia beli di depan sekolah
tadi
“Pahami-pahami, nah
memahaminya ituloh yang nggak mudah” Mita angkat bicara lagi, wanita berhijab
yang satu ini kesal mendengar jawaban Suci, bagaiman tidak, dia bebicara seperti itu
karena dia memang sudah mengerti. Lah teman-teman yang daya tangkapnya nggak
sekencang dia gimana coba mau ngerti dengan cepat.
“Ahahaaha, tenang
aja, memahami pelajaran itu nggak sesusah memahami hati si doi kok” ledek Suci
yang terkenal memang suka baper alias bawa perasaan.
Suci memang yang
paling pintar diantara mereka. Sekaligus menjadi yang paling sibuk dan memiliki
banyak kegiatan. Dibandingkan dengan teman-teman lain yang masih suka berkumpul
menghabiskan sorenya dengan nongkrong, di
sore hari Suci lebih suka menghabiskan waktunya dengan belajar dan melakukan
hal-hal yang lebih berguna dan bermanfaat. Tak heran bila ia menjadi anak yang
paling pintar dan selalu mendapat peringkat pertama di kelas.
Rata-rata teman kelas
iri padanya karena ia menjadi satu-satunya anak kesayangan guru. Teman-teman
ingin menjadi sepertinya tak terkecuali Anggun. Dia termasuk salah satu haters berat
Suci ketika kelas 2 dulu. Ia benci sekali pada Suci dan tak suka bila melihat
setiap keberhasilan yang berhasil Suci dapatkan. Rasanya ia ingin selalu menang
dan ingin selalu lebih hebat serta tak mau kalah meskipun pada nyatanya ia tetap
kalah.
Namun setelah
mengenal sosok Suci lebih dekat lagi, ternyata Suci anaknya asik dan seru, ia
selalu mau berbagi pengetahuannya kepada siapa pun. Ia juga suka membantu temannya
yang kesusahan. Akhirnya jadilah mereka bersahabat.
Prasangka buruk tentang Suci dulu membuatnya menjadi seorang yang pembenci. Ia di gerogoti oleh sifat iri dengki yang tak suka bila Suci lebih baik darinya. Semua kebaikan yang Suci lakukan seakan tidak pernah benar di matanya. Ia selalu ingin mengalahkan Suci, namun tak pernah berhasil sehingga menyebabkannya sakit hati sendiri. Prasangka buruk memang tak pernah akan membuat kita bahagia. Alangkah baik nya bila kita mau menerima semuanya dengan lapang dada, bersaing secara sehat itu jauh lebih mengasyikan dari pada saling sikut dan saling menjatuhkan. Hal itu justru akan membuat kita makan hati dan tidak pernah tenang. Bukankah perdamaian jauh lebih menyenangkan daripada permusuhan ?
Prasangka buruk tentang Suci dulu membuatnya menjadi seorang yang pembenci. Ia di gerogoti oleh sifat iri dengki yang tak suka bila Suci lebih baik darinya. Semua kebaikan yang Suci lakukan seakan tidak pernah benar di matanya. Ia selalu ingin mengalahkan Suci, namun tak pernah berhasil sehingga menyebabkannya sakit hati sendiri. Prasangka buruk memang tak pernah akan membuat kita bahagia. Alangkah baik nya bila kita mau menerima semuanya dengan lapang dada, bersaing secara sehat itu jauh lebih mengasyikan dari pada saling sikut dan saling menjatuhkan. Hal itu justru akan membuat kita makan hati dan tidak pernah tenang. Bukankah perdamaian jauh lebih menyenangkan daripada permusuhan ?
Komentar
Posting Komentar