Hukuman untuk Hati Pemarah!
Biarlah ‘DIAM’ Menjadi Hukuman Untukmu dan Untukku!
Yang bersalah memang layak untuk
dihukum, bukan? Namun, apa hakku untuk menghukum orang? Sungguh aku tidak
pernah layak untuk menghukum siapa pun, sebab aku pun sering berbuat salah. Tapi salahkah aku bila mengekspresikan
rasa marahku dengan bersikap diam dan dingin?
Aku tidak akan marah pada orang
lain, sungguh aku tidak berhak akan hal itu. Namun, bagaimana caranya aku
bersikap agar orang lain tahu apa yang aku rasakan, agar orang lain mengerti
bahwa aku tidak suka. Aku memang tidak pandai berkespresi, aku juga tidak
pandai mengutarakan isi hati. Tapi aku juga punya perasaan, aku
juga manusia, aku juga bisa jengkel, aku juga bisa marah, aku juga bisa kecewa,
apalagi bila orang yang aku sayangi yang melakukannya.
Aku tidak ingin marah, tapi bila
aku tidak marah, lalu bagaimana caranya agar dia paham bahwa aku tak suka
caranya. Memang sih, aku tidak ada hak untuk mengatur hidup siapa pun, aku pun
tak punya hak untuk melarang siapa pun untuk tidak melakukan apa yang dia suka.
Siapa pun kita, kita tidak berhak memaksa orang lain untuk menjadi apa yang kita
suka. Sebab mereka pun memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang mereka suka.
Sebenarnya marah dengan cara memutuskan
untuk diam dan tidak berkomunikasi seharian dengan seseorang yang selama ini selalu
menemani hari-hari kita itu tidaklah mudah. Menahan rasa untuk tidak
berkomunikasi atau tidak bertegur sapa dengan orang yang selalu membuat kita tertawa
itu benar-benar tidak mudah. Aku sadari hal itu, dan aku tidak memungkiri bahwa
itu justru membuatku semakin rindu. Seoalah berusaha menyelsaikan
masalah, namun nyatanya malah menambah masalah yang baru.
Aku justru merasa, bahwa marah dengan cara diam
yang aku lakukan itu adalah caraku menghukum diriku sendiri. Jadi, sebenarnya
siapa yang layak dihukum? Dia yang berbuat salah, atau hatiku yang terlalu pemaksa?

Komentar
Posting Komentar