Bangkit
Pekerjaan menumpuk di depan mata. Berkas-berkas penting berserakan di atas meja. Seketika aku merasa terpuruk. Kurasa aku telah gagal menjalani hidupku dengan baik. Aku terhempas oleh terjangan badai kehidupan. Tak ada lagi daya untukku bertahan. Semua seolah sirna, harapan-demi harapan seperti hilang tertelan waktu.
Semua salahku, murni salahku! Ya, aku tahu hal itu, aku tak mengelak sebab segala keburukan yang terjadi pasti karena buruknya sikapku dalam menyikapi semuanya.
Dan kini aku seperti kehilangan kesempatan emas karena kebiasaanku dalam menunda segalanya. Menunda pekerjaan, menunda tugas, menunda segala hal baik yang seharusnya bisa kukerjakan dalam waktu yang singkat.
Ujaran tunggu lima menit seolah telah mendarah daging dalam hidupku hingga membuat bibirku sering mengucapkannya tanpa sadar. Alhasil semua kesempatan yang seharusnya membuatku jadi lebih baik justru menjauh dariku, dan itu membuatku semakin merasa terpuruk.
Kebiasaan tunggu lima menit itu menjadi beban dipundak yang perlahan mampu membunuhku, membebaniku hingga rasa bersalah terus mencuat dari dalam diriku.
Kini aku benar-benar terpuruk, jatuh pada lubang hitam yang dalam dan tak tahu jalan apa yang harus kutempuh untuk bisa bangkit lagi.
Aku berpacu dengan waktu yang tak mampu kukontrol. Deadline sudah di depan mata dan aku tak bisa begini. Aku tak boleh berlama-lama seperti ini. Aku harus bangkit dan berubah! Agar semua pekerjaan itu bisa selsai secepatnya. Begitulah, ungkapan yang berkali-kali kuucapkan agar aku terus bersemangat. Bagiku, menyemangati diri sendiri itu sangat penting, sebab tak ada yang paling bisa menyemangati kita selain diri kita sendiri.
Semua salahku, murni salahku! Ya, aku tahu hal itu, aku tak mengelak sebab segala keburukan yang terjadi pasti karena buruknya sikapku dalam menyikapi semuanya.
Dan kini aku seperti kehilangan kesempatan emas karena kebiasaanku dalam menunda segalanya. Menunda pekerjaan, menunda tugas, menunda segala hal baik yang seharusnya bisa kukerjakan dalam waktu yang singkat.
Ujaran tunggu lima menit seolah telah mendarah daging dalam hidupku hingga membuat bibirku sering mengucapkannya tanpa sadar. Alhasil semua kesempatan yang seharusnya membuatku jadi lebih baik justru menjauh dariku, dan itu membuatku semakin merasa terpuruk.
Kebiasaan tunggu lima menit itu menjadi beban dipundak yang perlahan mampu membunuhku, membebaniku hingga rasa bersalah terus mencuat dari dalam diriku.
Kini aku benar-benar terpuruk, jatuh pada lubang hitam yang dalam dan tak tahu jalan apa yang harus kutempuh untuk bisa bangkit lagi.
Aku berpacu dengan waktu yang tak mampu kukontrol. Deadline sudah di depan mata dan aku tak bisa begini. Aku tak boleh berlama-lama seperti ini. Aku harus bangkit dan berubah! Agar semua pekerjaan itu bisa selsai secepatnya. Begitulah, ungkapan yang berkali-kali kuucapkan agar aku terus bersemangat. Bagiku, menyemangati diri sendiri itu sangat penting, sebab tak ada yang paling bisa menyemangati kita selain diri kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar