Kita adalah Cermin yang Memantulkan Cahaya Tuhan
Amazing, selalu berterima kasih untuk
setiap ilmu yang Telah tuhan beri untukku. Hari ini luar biasa sekali aku diajarkan
cukup banyak ilmu kehidupan, dan beberapa di antaranya akan aku bagikan di sini:
1. Tentang Dualitas.
Ketika kita masih terjebak di dalam dualitas kehidupan antara baik dan
buruk, benar dan salah, selama itu pula perdebatan, perbedaan, permusuhan akan
terjadi. Karena ketika kita sudah menganggap bahwa kita adalah benar, tentu
yang berbeda dari kita pasti akan kita anggap salah. Alhasil timbullah rasa
benci, kesal, amarah, dll.
Itulah mengapa kita harus belajar menjadi 0. Menjadi kosong. Menjadi hening.
Karena itulah akar untuk menuju penyatuan. Positif dan negatif adalah awal dari
adanya 0.
Aku juga baru tahu bahwa ternyata angka 0 diciptakan, itu karena adanya +
dan – jika tidak ada positif dan negatif, mungkin angka 0 tidak akan ada.
Dengan menjadi 0 (kosong) bukan berarti kita harus membenci positif dan
negatif ataupun menganggap buruk positif negatif ini. Positif dan negatif pun
tak perlu dipertentangkan, dihilangkan atau dihindari. Kita hanya perlu
menemukan titik keseimbangan dan bagaimana cara menyatukan keduanya.
Ketika kita ingin hidup damai, maka carilah titik keseimbangan antara +
dan – antara baik dan buruk.
Begitu pun ketika kita ingin hidup bahagia, carilah titik penyatuan
antara + dan – antara baik dan buruk.
Ketika kita sudah seimbang, dan kita berhasil menghancurkan tembok
pembeda antara sisi positif dan negatif. Tentu hidup kita pun akan menjadi
damai dan bahagia.
Bukankah, lampu bisa menyala karena adanya aliran listrik + dan -?
Begitupun dengan kita, kita akan bisa menyala dengan terang ketika kita
bisa belajar untuk menerima + dan – (keduanya) tanpa memihak.
2. Ilmu tahu diri adalah salah satu
ilmu tertinggi yang perlu kita pelajari.
Sudah pernah mendengar ucapan yang mengatakan, “Ketika kita mengenal
diri kita, kita mengenal Tuhan kita?”
Aku sangat percaya dengan ungkapan tersebut. Benar sekali, ketika kita
mengenal diri kita, kita akan mengenal Tuhan kita. Dan aku merasakan sekali hal
tersebut dalam hidupku. Semakin aku masuk ke dalam diriku, semakin aku takjub
pada keajaiban Tuhan yang telah menciptakanku dengan sangat detail.
Aku pun semakin menyadari bahwa perjalanan hidup kita pun sebenarnya bertujuan
untuk membuat kita semakin kenal diri kita. Semuanya selalu bertujuan untuk
membuat kita semakin mengenal diri kita sendiri.
Ketika kita sudah mengenal diri kita, kita tahu apa yang harus dilakukan
dan kita pun akan menjadi lebih tenang serta damai bahkan di saat masalah demi masalah
menghampiri.
Kita menjadi tidak mudah menyalahkan orang lain, keadaan, apalagi Tuhan.
kita akan menerima takdir kita dengan lapang dada, karena kita tahu bahwa semua
yang terjadi pasti bertujuan baik agar kita semakin tahu diri dan mengenal diri
kita sendiri. Kita pun menjadi orang yang tidak mudah membandingkan diri dengan
orang lain, karena kita tahu bahwa setiap orang memiliki keunikannya
masing-masing termasuk diri kita.
3. Fokus hanya pada usaha, untuk hasil
serahkan padaNya.
Menjadi manusia yang berserah sungguh sangat mendamaikan. Karena kita
tidak berekspektasi apa pun. Ketika kita sudah tidak berekspektasi, kita pun
tidak akan merasa kecewa. Apa yang akan dikecewakan? Sementara kita tahu bahwa
Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk kita.
Tapi berkali-kali kukatakan, untuk bisa mempraktikkan hal-hal di atas, sangatlah tidak mudah ketika kita belum benar-benar bisa membersihkan batin kita. Ketika kita masih terjebak dengan trauma-trauma dan luka-luka masa lalu kita.
Kita akan kesulitan
mengenal diri kita secara utuh, jika kita masih memiliki ego yang tinggi. Kita tidak
berani melihat kedalam diri sendiri karena kita takut mengakui bahwa apa yang
selama ini kita yakini ternyata tidak selamanya selalu begitu.
Kita akan susah
memberikan usaha yang terbaik, karena kita masih mengharapkan imbalan dari
Tuhan dan berharap hasil seperti yang kita harapkan. Ketika kita tidak
benar-benar berserah, segalanya pasti akan terasa menyakitkan.
Tapi ketika
kita telah mampu menemukan titik keseimbangan di antara sisi baik dan sisi buruk
kita (+-) kita pasti akan mencapai kedamaian dalam hidup. Sementara ketika kita
telah mampu menemukan benang merah pemisah antara baik dan buruk (+-) dalam
hidup, kita pasti akan sampai kepada titik kebahagiaan.
Inti dari
semuanya adalah kembali ke titik 0. Menyadari bahwa diri ini bukanlah siapa-siapa
dan tidak bisa apa-apa.
Seperti
kata bapak Dr Fahrudin Faiz yang mengibaratkan kita seperti sebuah cermin. Segala
kehebatan, kemampuan dan kelebihan yang ada pada diri kita, semua itu bukanlah
miliki kita, melainkan milik Tuhan.
Sebagai
cermin, kita hanyalah bertugas untuk memantulkannya.
Semua itu
hanyalah cahaya Tuhan, dan kita hanya sebuah cermin yang memantulkan cahaya tersebut
dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang luar biasa. Itu artinya, segala kemampuan
itu, bukanlah milik kita, karena itu hanyalah sesuatu yang kita pantulkan.
Jika kita
ingin memantulkan sosok Tuhan di dalam diri kita. Maka rajin-rajinlah untuk
membersihkan cermin kita, bersihkanlah batin kita, sembuhkanlah luka-luka kita. Semakin sering kita membersihkannya,
semakin mudah kita menerima cahaya Tuhan dan memantulkannya lebih terang.
Semakin bersih
cermin kita, semakin mudah kita menerima pesan-pesan dan keajaiban Tuhan. Semakin
kotor cermin kita, semakin sulit untuk kita mengenal dan memantulkan kebaikan Tuhan
dalam hidup ini.
Yuk,
sama-sama kita belajar untuk lebih sering lagi kembali ke titik 0, mengenal
diri secara utuh, sehingga cermin (batin) kita menjadi lebih bersih dan lebih
mudah untuk memantulkan kebaikan, cinta dan kasih dari Tuhan.
Aku setuju dengan tulisan ini, kita bagaikan sebuah perangkat yg rebuild ulang menjadi stelan pabrik.
BalasHapuskembali ke titik 0
Hapusaku selalu di 70% aku sedang mencari 30% titik keseimbanganku.
BalasHapusaku pun masih terus belajar untuk tetap bisa seimbang kak
Hapus