Self Awareness - Menyadari Luka di Dalam Diriku
Kemarin 3
hari berturut-turut sebelum tidur, aku selalu nangis uring-uringan karena aku
merasa sendirian, tidak ada yang peduli padaku, tidak ada yang sayang aku,
tidak ada yang mengerti aku, hanya karena pacarku tidak ada waktu untukku. –
padahal, aku selalu dikelilingi oleh keluarga, sahabat, teman dan orang-orang
yang sayang serta peduli padaku.
Bisa-bisanya
satu orang yang mengabaikanku, tapi aku merasa seluruh isi dunia mengabaikanku.
Di dalam kepalaku, aku berpikir bahwa dia sudah tidak sayang padaku karena dia
tidak mau menyempatkan waktunya untukku.
Sebenarnya
bukan dia tidak mau, hanya saja waktunya yang belum tepat, karena memang
jadwalnya yang padat. Dia tidak pernah hilang kabar, dia selalu memberitahuku
apa yang sedang ia lakukan. Tapi aku tidak terlalu suka percakapan yang monoton,
seperti lagi apa, sudah makan, itu basi munurutku, aku mau percakapan yang
intens. Akhirnya aku tetap sedih dan tidak merasa cukup karena aku tidak bisa
bercerita panjang lebar tentang hari-hari yang kulalui.
Aku marah dan
aku minta putus. Kukatakan padanya, jika ia sudah tidak bisa lagi membagi waktunya,
tidak perlu kita berpacaran! Kita putus saja!!!! Aku capek.
Akhirnya
semalam dia meneleponku. Dia membujukku agar tidak marah lagi. Dia merasa
bersalah dan minta maaf karena telah membuatku merasa sedih. Singkat cerita
kami baikkan, meski aku tidak yakin dia akan berubah.
Tapi, aku
sayang dia. Aku nyaman ketika aku bisa bercerita apa pun padanya. Sebenarnya
aku juga salah, sudah tahu dia laki-laki ekstrovert, yang sukanya berkumpul, yang
senangnya melakukan aktivitas di luar, yang senangnya keramaian. Sangat berbanding
terbalik dengan karakter introvertku si penyendiri.
Terus kenapa
bisa aku sayangnya ke dia? Pertanyaan itu masih belum kutemukan jawabannya. Tapi
aku yakin rasa sayang ini muncul pasti memiliki alasan. Pasti ada maksud
dibalik semua ini. Setiap orang yang dihadirkan Tuhan dalam hidup kita, pasti ada
maksudnya. Aku tidak percaya pada suatu yang namanya ‘kebetulan’. Karena itu
hanyalah sebuah istilah yang kita gunakan jika kita tidak mampu menjelaskan
sesuatu secara ilmiah.
Dan pagi
ini, aku diingatkan oleh sebuah video di ig yang berkata bahwa jika kita masih
ketrigger dengan perlakukan orang lain dan membuat kita merasa sedih/sakit hati,
itu artinya masih ada luka di dalam diri kita yang belum kita sembuhkan.
Aku jadi
ingat dengan trauma-trauma masa kecilku. Aku pikir, aku sudah sembuh karena aku
sudah tahu bahwa aku punya luka pengabaian waktu kecil. Aku merasa tidak
didengarkan, aku merasa tidak dihiraukan. Setiap kali aku bercerita, aku merasa
orang lain tidak akan mengerti ceritaku. Orang lain tidak mengerti apa yang
sedang aku ceritakan. Dan pengabaian itu dilakukan oleh orang terdekatku.
Yang tanpa
sadar akhirnya itu membentuk karakterku saat ini. Aku menjadi orang yang
pemalu, tidak pandai berkomunikasi karena semuanya kusimpan sendiri. Karena otakku
sudah berpikir duluan bahwa tidak ada yang benar-benar peduli dengan ceritaku.
Tapi dari
situ juga aku akhirnya mengerti mengapa aku jadi orang yang sangat suka
mendengarkan cerita orang, karena aku tahu bagaimana rasanya jika tidak ada
orang yang mendengarkan kita. Itu sangat menyakitkan.
Aku bersyukur,
dari pengalaman itu akhirnya aku bisa menjadi pendengar untuk orang-orang yang
butuh bercerita. Aku bersyukur dari pengalaman itu, akhirnya aku punya hobi
menulis dan bisa berbagi cerita-ceritaku melalui tulisanku.
Sepertinya kejadian-kejadian
itu memang sudah diskenariokan untuk aku alami. Agar karakterku bisa terbentuk
seperti sekarang ini, agar aku berperan menjadi aku yang seperti ini. Waw
menakjubkan.
Pengalamanku,
membentuk karakterku. Orang-orang yang hadir dalam hidupku, turut berpartisipasi
dalam terbentuknya sifat-sifatku. Waw.
Aku menyadari
aku anak yang pemalu dan tidak pandai berbicara.
Tapi aku pun
menyadari, dari aku yang pemalu, aku menjadi orang yang introvert, orang yang
lebih sering melihat ke dalam diri, lebih sering berdiskusi dengan diri
sendiri, dan lebih sering duduk berdua dengan diri sendiri. Dan itu baik karena secara tidak sadar itu melatihku untuk lebih
mengenal diriku sendiri atau biasa disebut self awareness.
Dan bagiku,
self awareness adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh semua orang,
karena ketika kita memiliki kesadaran yang tinggi tentang diri kita sendiri,
kita tidak akan mudah dibohongi atau ditipu orang lain. Kita tidak akan mudah
terombang ambing di tengah lautan yang luas, karena kita sadar.
Di jawa,
ada istilah ‘eling lan waspodo’ yang jika di Indonesiakan artinya adalah ingat dan
waspada. Jika mau ditelaah lebih, ada makna yang sangat dalam di balik
kata-kata tersebut. Namun, berdasarkan pemahamanku yang tidak seberapa ini, aku
mengartikannya bahwa kita harus selalu ingat, selalu sadar siapa diri kita dan
waspada terhadap sesuatu- sesuatu yang ada disekitar kita agar kita selamat
dalam menjalani kehidupan ini.
Mengingat bahwa
di dunia ini akan ada banyak sekali ancaman yang bisa membuat kita terlena dan
lupa apa tujuan kita diciptakan di dunia ini. Maka itulah pentingnya mengapa
kita harus selalu melatih diri kita agar tetap terus ingat dan waspada terhadap
diri kita sendiri.
Lalu aku
pun menyadari bahwa dari kejadian pengabaian yang sering aku alami dulu,
akhirnya aku menjadi seseorang yang sangat suka mendengar cerita. Aku bisa menjadi
pendengar yang baik untuk siapa pun yang ingin bercerita. Hal baiknya adalah
aku jadi bisa mendapat insight baru dari orang-orang yang bercerita kepadaku.
Aku juga
menyadari bahwa dari kejadian pengabaian itu aku menjadi orang yang tidak pandai
berbicara. Memang ini membuatku sedikit kesulitan untuk mengungkapkan apa yang
sedang aku rasakan. Namun, aku mensyukuri sifatku yang ini karena aku menjadi
orang yang pandai menjaga ucapan. Aku bisa sangat berhati-hati untuk berucap agar
aku tidak menyesali apa pun yang telah aku ucapkan. Aku bersyukur, tapi aku
juga terus berlatih agar aku bisa lebih baik dalam berkomunikasi, karena
bagaimana pun, kemampuan berkomunikasi sangat dibutuhkan di zaman sekarang ini.
Aku bersyukur
karena aku telah disadarkan kembali bahwa ternyata masih ada luka yang harus
aku pulihkan. Kejadian buruk di masa lalu yang kupikir telah kumaafkan,
ternyata masih belum sepenuhnya kumaafkan.
Sudah tugasku
untuk pulih, dan sudah kewajibanku untuk menjadi penyembuh bagi diriku sendiri.
Aku berterima kasih untuk hal-hal menyakitkan yang pernah kualami. Aku berterima
kasih kepada orang-orang yang telah menyakitiku, karena dari rasa sakit itu,
aku menyadari bahwa masih ada sesuatu yang harus aku sembuhkan, agar batinku
menjadi bersih. Aku berterima kasih kepada pacarku karena telah menjadi pemicu
agar aku mengingat bahwa masih ada luka yang harus aku sembuhkan.
selama km tak menemukan mesin roket yang km butuhkan... km tidak akan bisa terbang, sementara aku hadir ingin melihatmu untuk melesat.
BalasHapusaku terharu membaca ini, terima kasih sudah hadir dengan kata-kata yang menguatkan itu. semoga aku pun bisa melihatmu melesat mencapai semua yang kamu inginkan
Hapus:)
BalasHapus