Belajar dari Pengamen

Ketika aku sedang duduk sendirian menikmati alam, ada dua orang pengamen menghampiriku, mereka datang menyanyikan lagu yang liriknya seperti ini, “…Malam-malam aku sendiri, Tanpa cintamu lagi, ho-wo-oh-oh, Hanya satu keyakinanku, Bintang 'kan bersinar, Menerpa hidupku, Bahagia 'kan datang, ho-oh …”

Sementara pengamen yang baju hitam masih bernanyi, pengamen yang baju kuning menyodorkan plastik ke depanku. Lalu kuberikan mereka selembar uang dua ribu. “Terima kasih,” ucapnya. Aku hanya membalasnya dengan senyum.

Lalu sebelum mereka pergi, salah seorang pengamen nyeletuk, “Mba, jangan sedih-sedih, ingat masih ada orang yang harus kamu bahagiakan,” katanya.

“Siapa?” tanyaku penasaran.

“Orangtuamu,” sambungnya. Lalu, merekapun pergi.

Tak lama mereka datang lagi.

“Mba, kenapa sendiri di sini? Mau kita hibur lagi? Mau request lagu apa mba?” tanya mereka.

“Apa aja,” jawabku biar cepat.

Lalu mereka menyanyikan lagu last child yang berjudul Diary Depresiku. “Lagu ini spesial buat mba yang sedang menulis diary,” katanya lagi. Memang saat itu, aku sedang memegang buku dan pensil, yang selalu aku bawa kemana pun aku pergi. Mungkin mereka pikir aku, sedang depresi.

“Sudah mba, nggk usah galau-galau.” Kedua pengamen itu seperti berusaha untuk menghiburku, mereka bercerita meski tidak aku minta. Hingga akhirnya aku tahu bahwa mereka berdua telah punya anak dan ditinggal istrinya menikah dengan laki-laki yang lebih jelas pekerjaanya.

Pengamen yang baju hitam mengaku telah miliki anak laki-laki berusia 5 tahun. Sementara yang baju kuning punya anak perempuan berusia 3 tahun. Belakangan aku juga diberitahu bahwa mereka pernah sama-sama masuk penjara karena pernah jambret orang dan narkoba.

Aku tidak tahu mengapa mereka sampai menceritakan itu kepadaku. Entah apakah cerita-cerita mereka itu dapat dipercaya atau tidak, nyata atau hanya mereka buat-buat, aku tidak pernah tahu. Mau cerita itu benar atau bohong, tapi dari cerita mereka aku mendapatkan pelajaran yang berharga.

Aku melihat dari raut wajah mereka bercerita dengan sangat serius, nampak wajah takut sekaligus sedih dari seorang bapak yang khawatir akan masa depan buah hatinya. Mereka sedih karena anak mereka harus dibesarkan tanpa ibu. Mereka sedih karena melihat anak-anak yang lain diantarkan ke sekolah oleh ibunya, sementara anak mereka tidak, dan mereka takut jika mental anak mereka akan down karena sejak kecil harus menerima kenyataan sepahit itu. Mereka takut anak-anak mereka nanti dibully oleh teman-temannya.

“Mba, dulu saya itu nggak percaya karma. Ternyata setelah saya menikah dan punya anak, saya percaya sekali dengan karma. Semua apa yang pernah saya lakukan dulu ke orang tua saya. Sekarang saya rasakan, saya menyesal,” ucap pengamen yang memakai baju kuning.

“Sudah mba, nggak usah galau-galau lagi. Ingat bahagiakan orang tuamu. Buat mereka bangga,” sambung pengamen yang baju hitam.

Aku tidak pernah bercerita kepada mereka bahwa aku sedang galau. Padahal aku juga tidak meminta nasihat apa pun dari mereka, aku tidak bercerita tentang apa pun kepada mereka. Mengapa mereka berpikir aku galau dan memberiku nasihat seperti itu. Apakah raut wajahku menampakkan aku sedang sangat galau? Kurasa aku tidak sedang menampakkan wajah galau sama sekali dari tadi. Aku hanya menikmati alam, sudah itu saja.

Setelah itu mereka pun pergi. Aku bertanya-tanya pada diriku, apa yang aku alami tadi. Mengapa dua pengamen itu menceritakan kisah mereka bahkan tanpa aku minta. Dan apa yang mereka ceritakan, membuatku sedih karena aku jadi teringat mama dan papa.

Aku mengingat bahwa sampai saat ini, aku masih belum bisa membahagiakan dan membuat mereka bangga. Aku masih sering menjadi beban mereka. Aku masih sering berbeda sudut pandang dengan mereka. Aku masih sering berdebat dengan mereka. Aku masih sering membuat hati mereka terluka dan kecewa. Ah, aku jadi beneran sedih.

Aku berterima kasih kepada dua pengamen itu karena sudah berbagi ceritanya, walau tidak aku minta. Benar, kita bisa belajar dari siapa saja dan apa saja, di mana saja dan kapan saja. Setiap orang adalah guru, setiap orang adalah murid. Dan hari ini, semesta mengirimkan dua orang pengamen yang memberiku pelajaran tentang betapa pentingnya memerhatikan sebuah hubungan, karena setiap hubungan itu ada karmanya. Entah itu hubungan antara orang tua dan anak, pasangan, pertemanan, pekerjaan, apa pun itu, setiap hubungan memiliki karmanya masing-masing. Maka jangan perlakukan orang lain seperti apa yang tidak ingin kita lakukan. Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Waw, amazing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Percakapan!

Kubenci Aku!!!

Analisa Mimpi