Di Depan Cinta Kita Semua Payah

 Mengapa kita masih saja memaafkan seseorang yang sudah berkali-kali menyakiti kita? Ketika cinta telah menguasai hati, seburuk apa pun orang yang kita cintai, hati akan selalu terbuka untuk bisa menerimanya lagi. Sebanyak apa pun ia menyakiti, kita selalu bersedia memaafkannya kembali.

Orang-orang yang tidak merasakan cinta, mungkin akan berkata, “Bodoh sekali, padahal sudah disakiti, kenapa masih mau saja diterima. Kok masih mau sih, jelas-jelas dia suka bohong, mau saja dipercaya.”

Ungkapan-ungkapan semacam itu sering dilontarkan oleh orang yang mungkin terlihat peduli pada kita dan tidak ingin melihat kerabatnya sakit hati akan kebodohonnya yang telah dibutakan oleh cinta. Mau tidak mau, harus diakui bahwa ungkapan itu benar adanya, di depan cinta kita seringkali payah. Tak sedikit orang yang menjadi bodoh ketika sedang jatuh cinta.

Orang-orang yang tidak merasakan cinta, mungkin akan berkata bahwa kamu terlalu bodoh. Kamu mau saja dibohongi, kamu mau saja disakiti, kamu mau saja diperlakukan seperti itu. Dia lupa, bahwa ketika nanti ia merasakan yang namanya cinta, ia pun mungkin akan melakukan hal yang sama.

Persis seperti yang dilakukan oleh orang tua kita, seburuk apa pun kita, tetap saja orang tua selalu berbesar hati untuk menerima kita. Bukan, ini bukan karena mereka bodoh, tapi karena itulah bentuk dari cinta tanpa syarat oleh orang tua kepada anaknya.

Persis seperti Tuhan yang juga mencintai hambanya. Sebanyak apa pun dosa yang kita buat, pintu maaf Tuhan selalu terbuka untuk kita. Seburuk apa pun kita, kasih sayang Tuhan selalu berlimpah untuk kita. Bahkan sejahat apa pun kita, Tuhan selalu memberikan kita kesempatan untuk berubah.

Tapi, hubungan ini kan bukan hubungan antara anak dan orang tua, ini bukan hubungan antara Tuhan dan hambanya. Ini adalah hubungan antara dua pasang manusia yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali, namun memilih untuk menjadi sepasang kekasih dan berjanji untuk saling mencintai, walau salah satu diantaranya ada yang sering menyakiti hati dan yang lainnya berbesar hati memaafkannya kembali.

Ini bukan perkara bodoh atau tidak. Semua adalah perkara rasa. Ketika kita menjalani suatu hubungan, kita selalu merasakan sebuah rasa yang sulit untuk bisa diungkapkan oleh kata-kata. Yang kita tahu hanyalah rasa cinta dan rasa sakit.

Dan kita memiliki kemampuan untuk bisa membedakan rasa manakah yang lebih dominan yang kita rasakan ketika bersama dia? Rasa sakit atau rasa cinta? Ketika rasa cinta lebih besar daripada rasa sakit, tentu kita pasti akan bersedia untuk memaafkannya kembali. Sebaliknya, jika rasa sakit yang jauh lebih besar, maka sulit untuk kita bisa memaafkan, bahkan kita bisa menjadi dendam.

Sementara di dalam agama mana pun, kita selalu diajarkan untuk menjadi pemaaf dan tidak dendam. Siapa pun yang menyimpan dendam ini sama dengan kita sedang meminum racun untuk diri kita sendiri tapi berharap orang lain yang mati.

Padahal, cinta tanpa syarat itu nyata adanya. Dan siapa pun yang pernah mengalaminya, selamat karena hatimu begitu luar biasa. Tidak semua orang memiliki hati yang setabah itu. Dan tidak semua orang beruntung mendapatkan hati yang seperti itu.

Perkara mengapa kita sudah baik tapi malah dipertemukan dengan orang yang tidak baik, bisa jadi itu artinya ada sesuatu tidak beres di dalam diri kita yang belum kita sadari. Biasanya, kita akan menarik orang-orang yang sejenis ke dalam hidup kita. Maka, perhatikanlah siapa saja orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita.

Setiap hubungan yang terjalin adalah suatu bentuk pola yang bisa kita pelajari. Orang-orang yang kita temui adalah cermin diri kita pribadi. Ketika kita disakiti, dikhianati, dibohongi, dicurangi oleh orang yang paling dekat dengan kita, bisa jadi itu adalah suatu bentuk teguran yang ingin Tuhan sampaikan kepada kita agar kita segera sadar dan mengenal diri kita lebih dalam lagi.

Siapapun orang yang kita temui adalah cerminan diri kita. Jika kita dipertemukan oleh orang yang toxic, barangkali ada sisi di dalam diri kita pun yang juga sebenarnya toxic. Jika kita dipertemukan oleh orang yang sering membuat kita terluka, barangkali kita juga sering melukai diri kita sendiri.

Semua yang kita alami di dunia ini adalah hasil dari apa yang ada di dalam batin kita, baik itu kita sadari atau tidak. Apa yang terlihat di luar diri adalah cerminan dari apa yang ada di dalam diri. Itu mengapa kita selalu dilarang untuk membongkar aib orang. Karena secara tidak langsung, aib orang itu adalah aib kita sendiri yang selama ini tidak kita sadari.

Semakin kita umbar aib orang lain, itu sama artinya kita sedang mengumbar aib orang lain. Semua penilain kita terhadap orang lain adalah refleksi dari apa yang ada di dalam pikiran kita. Orang lain pun akan tahu isi dari pikiran-pikiran kita.

Hal tersebut juga berlaku ketika ada orang yang berkata-kata buruk tentang kita, itu bukan berarti kita yang buruk. Itu adalah refleksi dari apa yang ada di pikiran orang itu. Semua yang mereka utarakan itu bukanlah kita, melainkan itu adalah diri mereka sendiri.

Bagaikan teko yang hanya akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Sebuah teko yang berisi teh hanya akan mengeluarkan teh, tidak akan mungkin mengeluarkan kopi. Sebuah teko yang berisi tanah hanya akan mengeluarkan tanah, tidak akan mungkin mengeluarkan air. Begitu pun dengan pikiran kita, sebuah pikiran yang berisi hal-hal baik pasti akan mengucapkan hal-hal baik, pun sebuah pikiran yang berisi hal-hal buruk pasti juga akan mengucapkan hal-hal buruk.

Jadi, perhatikanlah apa saja yang kita isi ke dalam diri kita. Jika kita ingin mengenali diri kita, perhatikanlah apa yang kita alami, perhatikanlah apa yang kita ucapkan, perhatikanlah apa yang kita pikirkan, sebab semuanya saling berhubungan.

Selalu mengeluhkan sesuatu yang berada di luar diri, seperti mengapa selalu dipertemukan dengan orang yang toxic, orang yang suka berbohong, orang yang suka menipu, itu bisa jadi karena kita pun sering toxic dengan diri kita, kita juga sering menipu diri kita, kita sering berbohong dengan diri kita sendiri hanya saja kita tidak menyadarinya.

Sehingga Tuhan pun mengirimkan kita orang yang sejenis dengan kita agar kita bisa bercermin dan menyadari sisi-sisi yang selama ini tidak mampu kita lihat dan sadari. Ketika kita sadar bahwa kita disakiti, kita sadar bahwa kita telah dicurangi, kita sadar bahwa semua hal itu membuat kita merasa tidak nyaman. Sebelum menyalahkan orang lain, alangkah baiknya jika kita masuk kembali ke dalam diri kita, apakah kita juga telah berlaku demikian kepada diri sendiri?

Setiap orang yang Tuhan kirimkan ke dalam hidup kita selalu memiliki tujuannya masing-masing, jika tidak membuat kita bahagia, ia pasti membuat kita belajar meski dengan cara-cara yang mungkin tidak kita suka.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Percakapan!

Kubenci Aku!!!

Analisa Mimpi