Mengapa kita harus bermimpi setinggi mungkin?

 Saat aku terbangun, lekas kubertanya pada diriku, apalagi yang bisa kita persembahkan hari ini? Rasanya tak ada yang spesial, semua begitu datar. Aku mendapati diriku yang tidak bergairah seperti biasanya, untuk bergerak saja sangat berat, hanya ingin rebahan.

Di usia 25 tahun ini, aku merasa bahwa ambisiku sudah mulai berkurang tentang kehidupan. Dulu ketika aku berusia belasan tahun, kukira di usia dua puluhan, semua cita-cita dan mimpiku mampu terwujud menjadi nyata.

Begitu banyak khayalan indah yang bersemi di kepalaku. Nanti ketika usiaku sudah 25, aku akan menjadi orang yang kaya, aku punya suami yang sangat menyayangiku, aku punya bisnis yang besar dan bercabang, aku punya anak yang menggemaskan, aku tidak lagi serba kekurangan. Hahaha, jika mengingat itu, aku geli sendiri. Ternyata kehidupan yang harus aku jalani tidaklah semulus itu.

Aku seperti di-prank oleh kehidupan, kupikir di usia dewasa nanti aku akan menjalani kehidupan yang menyenangkan, ternyata setelah aku sampai di usia itu, semuanya sama saja. Bahkan aku harus melewati perjuangannya jauh lebih berat dibandingkan ketika aku masih duduk di bangku sekolah dulu.

Bodohnya aku adalah terlalu percaya kata-kata motivasi itu, selama kita percaya, kita pasti bisa, selama kita berusaha semuanya pasti terwujud nyata dan bla bla bla. Setiap kali mendengar kata-kata motivasi, ambisiku begitu menggebu-gebu untuk mengubah hidupku agar menjadi lebih baik, agar semua mimpiku terwujud. Eh, setelah kujalani, ternyata sekeras apa pun aku berusaha, sekuat apa pun aku berjuang, jika Tuhan tidak mengizinkan itu terwujud, ya tidak akan terwujud juga.

Misalnya kamu sudah berusaha mati-matian untuk meng-upgrade kemampuanmu, ketika kamu melamar pekerjaan, kamu justru kalah dengan rivalmu yang ternyata punya orang dalam, padahal secara skill, kamu jauh lebih mampu dari dia.

Tidak salah juga berusaha, tapi jika terlalu berharap, ya akhirnya kecewa juga. Aku ingat dulu bagaimana aku berjuang belajar mati-matian pagi, siang, sore, malam demi bisa masuk ke universitas impianku.

Bahkan mataku saat itu sampai minus dan silinder karena belajar terus. Karena memang bukan takdirku berkuliah di sana, mau sebesar apa pun usahaku, tetap saja aku tidak akan belajar di sana. Sementara ada seorang temanku, ia begitu santai, lulus tidak lulus, yasudah biasa saja, tapi ternyata kesantaiannya itu berbuah manis, ia lulus melalui jalur undangan. Aku yang menggebu-gebu belajar sana sini, sampai ikut bimbel, ternyata zonk.

Aku tidak sedang menyalahkan keadaanku. Aku justru bersyukur karena sudah pernah mengalami hal tersebut. Aku jadi menyadari bahwa kehidupan menuju dewasa ternyata tidak seindah yang dibayangkan.

Lalu, aku mempertanyakan kembali mimpiku, jika memang semua itu tergantung dengan takdir, lantas untuk apa kita harus bemimpi tinggi-tinggi? Untuk apa kita berusaha keras-keras jika pada akhirnya, Tuhan juga yang menentukan?

Kubuka kembali buku 1000 mimpi yang pernah kutulis dari tahun 2015 lalu, walau tidak benar-benar mimpiku berjumlah 1000 tapi aku cukup lega karena beberapa sudah banyak yang tercoret sebab sudah berhasil terwujud dan tak sedikit juga yang masih belum tersentuh bahkan terlihat begitu jauh untuk kugapai.

Tujuh tahun berlalu dari semua mimpi itu, kurasa hidupku masih begini-gini saja. Mungkin mimpi itu terlalu tinggi bagiku, tapi katanya kita disuruh untuk bermimpilah yang tinggi jika terjatuh kamu akan terjatuh di antara bintang-bintang.

Hahaha, bintang-bintang apa? Gemini? Leo? Sagitarius? Scorpio? Mengapa dulu aku begitu percaya pada quote-quote motivasi yang ternyata hanya memberi makan egoku saja. Aku terbuai pada harapan-harapan yang terlalu tinggi hingga aku lupa menyadari bahwa hariku saat inilah yang terpenting.

Mimpi boleh tinggi, tapi ingat bahwa itu hanyalah mimpi tidak lebih. Yang perlu diperhatikan adalah usaha kita hari ini. Semakin ke sini, aku belajar untuk menjadi realistis, aku tidak mau lagi menyiksa diriku untuk menjadi ambis yang berujung justru menyakiti diri sendiri. Aku tidak mau menyiksa diriku lagi. Namun, ketika aku sudah tidak memiliki mimpi, aku merasa bahwa hidupku hambar juga, tidak bergairah.

Aku tidak memiliki alasan mengapa aku harus bersemangat bangun di pagi hari. Aku tidak memiliki alasan mengapa aku harus meng-upgrade kemampuanku. Aku tidak memiliki alasan mengapa aku harus belajar dengan giat lagi.

Tidak ada yang spesial, tidak ada yang menggairahkan. Hidupku menjadi begitu datar dan biasa-biasa saja. Aku tidak tahu apakah ini baik untukku atau tidak. Ada yang berkata bahwa hidup memang sebenarnya seperti itu. Biasa saja, dijalani saja, dinikmati saja.

Kurang-kurangi keinginan karena penderitaan seringkali berawal dari keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Ini benar juga. Aku sering menyalahkan diriku jika apa yang aku inginkan tidak bisa aku wujudkan.

Aku tidak ingin menyakiti diriku sendiri lagi. Aku tidak ingin hidup menderita di bumi ini. Hidupku hanya sekali, untuk apa aku menghabiskan waktu dengan larut dalam sedih dan mengejar mimpi yang belum tentu pasti.

Punya banyak mimpi melelahkan, tidak punya mimpi membosankan. Lalu apa yang harus aku lakukan?

Sampai pada akhirnya aku mendapatkan pencerahan. Aku menyadari bahwa aku dilahirkan ke dunia ini bukan untuk mengalami penderitaan atau sakit hati karena mimpiku yang tidak bisa menjadi kenyataan.

Aku dilahirkan ke dunia ini untuk mengalami, belajar dan bersenang-senang. Semua penderitaan itu bukanlah sebuah penderitaan, jika kita memandangnya sebagai sebuah pembelajaran, selalu ada pelajaran yang bisa kita dapatkan dari setiap kejadian bukan?

Aaah, rasanya aku ingin memeluk diriku sendiri. Diriku, terima kasih telah menjadi aku. Terima kasih telah bersabar menghadapiku. Walau terkadang aku begitu banyak menuntutmu ini itu. Aku sering terjebak oleh ilusiku sendiri. Aku sering dibutakan oleh fatamorgana yang kubuat-buat sendiri. Maafkan aku wahai diriku.

Kini aku telah mengetahui misi jiwaku. Aku boleh bermimpi tinggi, aku boleh merasakan penderitaan, tapi yang terpenting dari semua itu adalah pengalamannya dan pelajaran apa yang bisa aku dapatkan dari sana. Sekali lagi, aku tidak dilahirkan untuk menderita atau sakit hati di dunia ini. aku dilahirkan untuk belajar dan bersenang-senang. Maka apa pun yang aku alami bukanlah suatu kesialan, melainkan suatu pembelajaran. Apa pun hal tidak menyenangkan yang aku alami adalah sebuah bentuk mata pelajaran yang semesta berikan agar aku menjadi sedikit lebih pintar dari sebelumnya.

Aku tidak dilahirkan untuk menderita, aku dilahirkan untuk belajar dan mengalami. Apa pun yang aku alami, baik maupun buruk semua itu bertujuan untuk mengajarkanku tentang kehidupan.

Tidak banyak hal yang aku tahu tentang kehidupan, tapi aku selalu percaya bahwa kehidupan adalah anugerah terindah yang telah Tuhan beri untuk kita. Terlalu jahat rasanya bila aku menghabiskan waktuku untuk menyiksa diriku sendiri hanya demi mimpi yang bersumber dari egoku hingga aku lupa bahwa semua itu adalah perjalanan dalam kehidupan.

Untuk aku masih bisa hidup saat ini saja rasanya sudah bersyukur sekali. Aku masih memiliki mimpi tapi aku tidak lagi menyiksa diri dengan menuntut segalanya harus terjadi karena tidak semua hal dapat kita kontrol.

Mimpiku hanya ada di hari ini, tugasku saat ini belajar, bekerja, berkarya dan berbagi sebanyak-banyaknya. Hari ini, bukan untuk masa depan, tapi untuk hari ini. Hanya hari ini. Tak ada yang tahu tentang masa depan. Tak ada pula yang menjamin aku masih hidup di masa depan. Untuk itu aku belajar untuk tetap terus berbuat baik pada diriku hari ini, saat ini, detik ini tak ada lagi waktu yang berharga selain saat ini.

Untuk diriku, mari kita rayakan hari ini semampu dan sebisa kita. Kita belajar, berkarya dan memberikan yang terbaik semampu dan sebisa kita. Terima kasih telah bersedia menerima segala kurang dan lebihku. Aku menyayangimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Percakapan!

Kubenci Aku!!!

Analisa Mimpi